Jumat, 25 Mei 2012

Tragedi Sukhoi dan Santunan bagi Korban

Oleh : Kapler A Marpaung 
Penulis adalah penasihat Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi (Apparindo) dan dosen Program MM Universitas Gajah Mada.
 
 Jumat, 25 Mei 2012 | 10:26

Sumber : http://www.investor.co.id/opini/tragedi-sukhoi-dan-santunan-bagi-korban/36866
 
Tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 di lereng Gunung Salak, Bogor, pada Rabu, 9 Mei 2012, sungguh mengejutkan kita semua. Tragedi tersebut telah membawa duka yang mendalam bagi keluarga dan kerabat ke-45 korban yang tewas dalam peristiwa tersebut.


Setelah semua korban sudah teridentifikasi dan sudah pula di makamkan oleh pihak keluarga masing-masing, kini masih tersisa satu pertanyaan, bagaimana dengan tanggung jawab perusahaan penerbangan atas tragedi tersebut? Lalu, bagaimana pula tanggungjawab pemerintah Indonesia atas tewasnya sejumlah warganya dalam musibah penerbangan bertajuk joy flight itu?

Indonesia termasuk negara yang telah meratifikasi Warsawa Convention. Salah satu isi perjanjian dalam konvensi tersebut menyebutkan: “Setiap perusahaan penerbangan bertanggung jawab terhadap kerugian pihak ketiga (property damage & bodily injury) yang diakibatkan oleh kelalaian dan kesalahannya. Karena begitu besarnya liability exposure risk perusahaan penerbangan, maka setiap perusahaan penerbangan pasti akan menutup asuransi atas pesawat udaranya serta tanggung jawab hukum/third party liability- nya kepada perusahaan asuransi.”

Ketentuan UU Indonesia juga sudah mempunyai ketentuan perundang-undangan tentang tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap kerugian pihak ketiga, yaitu UU No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

Pasal 43 ayat 1 UU ini menyatakan: “Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga bertanggung jawab atas,a) kematian dan lukanya penumpang yang diangkut; b) musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c) keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang didangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.”

Selanjutnya, Pasal 47 UU tersebut juga menyebutkan, “Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.”

Sementara itu, ada pula ketentuan terbaru yang mengatur tanggung jawab perusahaan penerbangan, yaitu Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhubu) Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Angkutan Udara. Pasal 2 Kepmenhub ini mengatakan: “Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (1 miliar 250 juta rupiah) per penumpang.”

Berapa Besaran Santunan?
Terkait santunan bagi para korban tragedi Sukhoi, berkembang beberapa versi yang mencuat akhir-akhir ini. Ada yang menyebutkan pihak perusahaan penerbangan Sukhoi akan memberikan santunan sebesar US$ 50.000 atau sekitar Rp 450 juta per penumpang. Tapi, ada juga versi lain yang mengatakan pemberian asuransi bagi para korban harus sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan, yaitu sebesar Rp 1,25 miliar.

Kita memang perlu berhati-hati dalam memberikan pernyataan atau komentar berkaitan dengan besarnya ganti r ugi. Hal ini karena pernyataan-pernyataan seperti itu berpotensi menimbulkan opini publik dan menjadi referensi pihak berwenang dalam menentukan besarnya  ganti rugi nanti. Hak penumpang yang meninggal dalam tragedi pesawat Shukoi Super Jet 100 bisa dlihat dari kajian berikut ini.

Pertama, santunan meninggal dunia dari PT Asuransi Jasa Raharja (Persero) bisa saja tidak ada, mengingat penumpang pesawat Shukoi bukan penumpang pesawat komersial/ penumpang angkutan umum yang memiliki tiket pesawat udara melainkan mereka jadi penumpang karena diundang. Namun, peluang untuk mendapatkan santunan Jasa Raharja (Persero) masih terbuka.

Kedua, setiap perusahaan penerbangan di samping menutup asuransi atas rangka pesawat udaranya (aircraft hull) juga diwajibkan menutup asuransi untuk tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga/ liability insurance. Pesawat udara yang melakukan penerbangan internasional biasanya minimum limit liability sekitar US$ 200 juta atau setara dengan Rp 1,8 triliun.

Liability insurance inilah yang menjadi proteksi bagi perusahaan penerbangaaan untuk membayar ganti rugi kepada pihak ketiga, termasuk penumpang. Mengingat pesawat Sukhoi jatuh di gunung, maka diperkirakan kerugian harta benda/property damage pihak ketiga kecil atau nihil, sehingga liability insurance bisa digunakan sepenuhnya untuk membayar tuntutan ganti rugi dari para ahli waris penumpang yang meninggal.

Berdasarkan limit liability ini, kemungkinan ahli waris menuntut ganti rugi kepada perusahaan Sukhoi dengan asumsi jumlah penumpang sebanyak 45 orang. Ahli waris memiliki peluang untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada perusahan Sukhoi sebesar US$ 3,6 juta per penumpang, bahkan lebih atau setara dengan Rp 32,5 miliar.

Ketiga, UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 seharusnya tidak dapat digunakan oleh penerbangan untuk membatasi tanggung jawabnya. Keempat, Sukhoi bukan merupakan airline company akan tetapi aircraft manufacturing, sehingga perlu kajian sejauh mana perusahaan pembuat pesawat memiliki tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

Kementerian Perhubungan seyogianya jangan cepat-cepat mengeluarkan pernyataan yang dapat merugikan bangsa sendiri. Ini adalah ujian pertama bagi menteri perhubungan dan menteri keuangan pasca diterbitkannya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011.

Pemerintah harus memberikan solusi terbaik untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pesawat Sukhoi Super Jet 100 adalah milik pemerintah asing dan penerbangannya bersifat joy flight. Karena itu, pemerintah perlu membentuk tim ahli yang terdiri atas para pakar berbagai bidang, termasuk pakar asuransi penerbangan nasional.

Bukan tidak mungkin tuntutan santunan untuk para korban bahkan bisa jauh lebih besar dari angka- angka yang disebutkan selama ini, termasuk versi Kepmenhub No 77 Tahun 2011 sebesar Rp 1,25 miliar per penumpang. Untuk ini dibutuhkan tim yang benar-benar ahli dan berpengalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar